Berkunjung ke Pabrik Teh Kayu Aro
Mungkin tidak banyak orang kenal teh Kayu Aro yang ditanam di dataran tinggi lereng Gunung Kerinci, Jambi. Padahal, kayu aro merupakan teh terbaik Indonesia. Bahkan, di zaman kolonial, teh Kayu Aro menjadi minuman Ratu Inggris dan Ratu Belanda.
Dari Kayu Aro, minuman yang dihasilkan adalah teh ortodox atau teh hitam. Dulu, teh hitam ini berasal dari teh Assam, India. Kelebihan teh hitam ortodox ada pada rasa dan aroma. Keduanya begitu khas. Bahkan, keunggulan ini membuat produsen teh kemasan menjadikan teh Kayu Aro untuk bahan campuran utama untuk memperoleh cita rasa yang diinginkan.
Luas perkebunan teh Kayu Aro di lereng Gunung Kerinci mencapai 3.020 hektare. Itu merupakan salah satu hamparan perkebunan teh terluas di dunia. Kebun ini terletak di ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut (mdpl), hingga 1.600 mdpl. Kebun ini salah satu perkebunan teh tua di Indonesia, yang dibangun pada zaman kolonial Belanda.
Awalnya kawasan ini hanya hutan biasa. Perusahaan Belanda Namlodee Venotchaat Handle Verininging Amsterdam kemudian menyulapnya menjadi perkebunan teh pada 1925 hingga 1928. Pembukaan hutan Kerinci sebagai kebun penanaman teh dilakukan dengan mempekerjakan ratusan kuli kontrak asal Jawa. Proses penanaman teh dimulai pada 1929, sedangkan pabrik teh berdiri tahun 1932.
Dari tangan kolonial, pengelolaan perkebunan teh Kayu Aro beralih ke PT Perkebunan Nusantara VI. Hingga kini kebun teh serta pabrik tua peninggalan Belanda masih beroperasi.
Untuk menikmati hamparan kebun teh, masyarakat umum dapat langsung datang dan berwisata. Sedangkan bagi pengunjung yang berniat melihat proses pengolahan teh di pabrik Kayu Aro, mereka membutuhkan izin khusus dari perusahaan Nusantara. Soalnya, demi menjaga agar aroma teh tidak tercemar, tidak sembarang orang diizinkan masuk pabrik. Pekerja pabrik juga dilarang menggunakan kosmetik.
Di pabrik, daun segar yang baru dipetik akan melewati proses pelayuan di dalam bak-bak, yang di bawahnya dialiri udara panas. Setelah layu, dengan lori gantung, daun-daun itu diangkut ke tempat penggilingan. Lalu digiling dengan mesin.
Proses selanjutnya adalah fermentasi. Hasil gilingan diangin-anginkan di ruangan yang bersuhu dingin. Terakhir dikeringkan, istilahnya masuk ke penggorengan. Dengan mesin, bubuk teh akan dipisah berdasarkan mutu. Rata-rata setiap tahun kebun teh ini memproduksi 5.500 ton teh hitam. Sebagian diekspor ke Eropa, Rusia, Timur Tengah, Amerika Serikat, Asia Tengah, Pakistan, dan Asia Tenggara.
Tahap akhir dari proses ini adalah uji teh di ruang pengujian, yang dilakukan setiap hari. Tes itu dimulai dari dari pengujian penampakan partikel, uji rasa, aroma, warna air seduhan dan penampakan ampas seduhan. Menurut petugas tes teh, Jumiati, pengujian dilakukan sejak teh kering dari penggorengan. Tujuannya untuk mendeteksi jika ada perubahan mutu. Teh diuji sekali lagi sebelum dikemas.
Jumiati yang sudah belasan tahun menjadi tester teh, mengambil teko dan cangkir teh dan menyiramnya dengan air panas. Beberapa sendok teh grade satu, teh paling unggul, dimasukkan ke dalam teko. Butirannya tidak terlalu halus dan berwarna hitam. Lalu daun teh itu disiram air mendidih, ditutup selama tiga menit.
Setelah itu, Jumiati menuangkan cairan teh kemerahan ke cangkir porselin putih. Untuk pengujian, ia mencium aroma teh yang mengepul, dan mencecap airnya. Bila ada aroma yang aneh dan tidak sesuai standar, teh yang sudah jadi itu tidak jadi dijual. Mereka akan mencari penyebab keanehan.
Dari ruangan pengujian ini, terungkap rahasia cara menyeduh teh yang benar. "Jangan kelamaan menyeduhnya, nanti pahit, dan harus selalu dengan air mendidih," kata Jumiati.
Secangkir teh Kayu Aro yang berwarna kemerahan itu rasanya benar-benar beda dengan teh lain. Aroma dari uap air teh yang mengepul pun amat khas. Sayangnya, susah sekali mendapatkan teh kualitas grade satu di sini, sebab hanya dijual ke luar negeri.
Di Jambi dan Sumatera Barat, ada pula teh aro yang dijual dengan merek Teh Kajoe Aro. Meski beda kualitas, rasanya tidak jauh beda dengan teh ekspor itu.
Dari Kayu Aro, minuman yang dihasilkan adalah teh ortodox atau teh hitam. Dulu, teh hitam ini berasal dari teh Assam, India. Kelebihan teh hitam ortodox ada pada rasa dan aroma. Keduanya begitu khas. Bahkan, keunggulan ini membuat produsen teh kemasan menjadikan teh Kayu Aro untuk bahan campuran utama untuk memperoleh cita rasa yang diinginkan.
Luas perkebunan teh Kayu Aro di lereng Gunung Kerinci mencapai 3.020 hektare. Itu merupakan salah satu hamparan perkebunan teh terluas di dunia. Kebun ini terletak di ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut (mdpl), hingga 1.600 mdpl. Kebun ini salah satu perkebunan teh tua di Indonesia, yang dibangun pada zaman kolonial Belanda.
Awalnya kawasan ini hanya hutan biasa. Perusahaan Belanda Namlodee Venotchaat Handle Verininging Amsterdam kemudian menyulapnya menjadi perkebunan teh pada 1925 hingga 1928. Pembukaan hutan Kerinci sebagai kebun penanaman teh dilakukan dengan mempekerjakan ratusan kuli kontrak asal Jawa. Proses penanaman teh dimulai pada 1929, sedangkan pabrik teh berdiri tahun 1932.
Dari tangan kolonial, pengelolaan perkebunan teh Kayu Aro beralih ke PT Perkebunan Nusantara VI. Hingga kini kebun teh serta pabrik tua peninggalan Belanda masih beroperasi.
Untuk menikmati hamparan kebun teh, masyarakat umum dapat langsung datang dan berwisata. Sedangkan bagi pengunjung yang berniat melihat proses pengolahan teh di pabrik Kayu Aro, mereka membutuhkan izin khusus dari perusahaan Nusantara. Soalnya, demi menjaga agar aroma teh tidak tercemar, tidak sembarang orang diizinkan masuk pabrik. Pekerja pabrik juga dilarang menggunakan kosmetik.
Di pabrik, daun segar yang baru dipetik akan melewati proses pelayuan di dalam bak-bak, yang di bawahnya dialiri udara panas. Setelah layu, dengan lori gantung, daun-daun itu diangkut ke tempat penggilingan. Lalu digiling dengan mesin.
Proses selanjutnya adalah fermentasi. Hasil gilingan diangin-anginkan di ruangan yang bersuhu dingin. Terakhir dikeringkan, istilahnya masuk ke penggorengan. Dengan mesin, bubuk teh akan dipisah berdasarkan mutu. Rata-rata setiap tahun kebun teh ini memproduksi 5.500 ton teh hitam. Sebagian diekspor ke Eropa, Rusia, Timur Tengah, Amerika Serikat, Asia Tengah, Pakistan, dan Asia Tenggara.
Tahap akhir dari proses ini adalah uji teh di ruang pengujian, yang dilakukan setiap hari. Tes itu dimulai dari dari pengujian penampakan partikel, uji rasa, aroma, warna air seduhan dan penampakan ampas seduhan. Menurut petugas tes teh, Jumiati, pengujian dilakukan sejak teh kering dari penggorengan. Tujuannya untuk mendeteksi jika ada perubahan mutu. Teh diuji sekali lagi sebelum dikemas.
Jumiati yang sudah belasan tahun menjadi tester teh, mengambil teko dan cangkir teh dan menyiramnya dengan air panas. Beberapa sendok teh grade satu, teh paling unggul, dimasukkan ke dalam teko. Butirannya tidak terlalu halus dan berwarna hitam. Lalu daun teh itu disiram air mendidih, ditutup selama tiga menit.
Setelah itu, Jumiati menuangkan cairan teh kemerahan ke cangkir porselin putih. Untuk pengujian, ia mencium aroma teh yang mengepul, dan mencecap airnya. Bila ada aroma yang aneh dan tidak sesuai standar, teh yang sudah jadi itu tidak jadi dijual. Mereka akan mencari penyebab keanehan.
Dari ruangan pengujian ini, terungkap rahasia cara menyeduh teh yang benar. "Jangan kelamaan menyeduhnya, nanti pahit, dan harus selalu dengan air mendidih," kata Jumiati.
Secangkir teh Kayu Aro yang berwarna kemerahan itu rasanya benar-benar beda dengan teh lain. Aroma dari uap air teh yang mengepul pun amat khas. Sayangnya, susah sekali mendapatkan teh kualitas grade satu di sini, sebab hanya dijual ke luar negeri.
Di Jambi dan Sumatera Barat, ada pula teh aro yang dijual dengan merek Teh Kajoe Aro. Meski beda kualitas, rasanya tidak jauh beda dengan teh ekspor itu.
Sumber: "http://www.tempo.co/read/news/2013/02/15/204461527/Berkunjung-ke-Pabrik-Teh-Kayu-Aro"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar